Wednesday, January 13, 2016

Einstein, Gravitasi, dan Planet Merkuri

Banyak orang yang kurang memahami bahwa fisika itu pada hakikatnya bukan sekedar “mata pelajaran yang diajarkan”, akan tetapi fisika itu adalah kajian tentang realita. Mungkin beberapa dari kita hanya pernah mempelajari ilmu fisika sebatas sampai SMA atau SMP di mana aspek penting dari fisika yang diajarkan pada waktu sebatas bagaimana menerapkan konsep-konsep dasar fisika (misalnya Hukum Newton I, II, dan III) ke dalam kehidupan sehari-hari. Atau kajian tentang bagaimana kulkas itu menggunakan prinsip Termodinamika. Namun belakangan ini, khususnya selepas saya melaksanakan dan kemudian menyelesaikan studi S2 di ITB (jurusan fisika) saya kemudian menemukan banyak ilham-ilham yang masuk yang sedikit banyak kemudian membentuk penafsiran saya tentang realita berdasarkan kacamata fisika.

Kuliah saya 3 tahun di ITB sebenarnya ga ada yang istimewa. Saya hanya mahasiswa awam, atau layman people kata orang barat. Namun yang membedakan situasi antara kuliah saya ketika S2 dan situasi ketika kuliah saya S1 di Untad itu adalah pada kuantitas waktu yang saya habiskan merenung. Selama kuliah saya S2 di ITB, saya banyak melakukan “penemuan” dan perenungan. Tuntutan tugas perkuliahan membuat tangan saya disibukkan untuk browsing sana-sini untuk mencari tahu materi-materi yang dibutuhkan: apa itu virtual work, apa itu laplacian operator, dll. Dan dari materi-materi yang saya dapatkan di internet, saya kemudian melakukan studi lebih jauh dengan merenung.

Teman-teman saya kuliah S2 di ITB itu sebenarnya banyak yang lebih cerdas dari saya soal fisika. Mereka punya IQ lebih tinggi dari saya. Contoh mereka bisa menghitung perkalian 3 angka di dalam kepala kurang dari tiga detik, dan saya ga bisa seperti itu. Atau mereka mampu mencerna makna kalimat yang disusun oleh lebih dari 20 kata. Namun yang membuat saya lebih unggul dari mereka adalah pada kesenangan merenung ini. Khususnya merenungi realita. Sehingga saya lebih bisa menarik benang merah dari masalah dan situasi yang saya alami.

Waktu saya kuliah S1, saya sangat rajin solat, tetapi kemudian pas waktu kuliah S2 di ITB kemarin saya menemukan beberapa situs penting di internet yang sedikit banyak memancing pertanyaan-pertanyaan jahil di kepala saya tentang agama saya, agama Islam. Saya kemudian bertanya apakah Islam ini benar-benar kiriman dari Tuhan sang pencipta alam semesta, atau jangan-jangan Islam ini hanya bualan Nabi Muhammad? Apakah genderuwo, kuntilanak, tuyul, pocong, dll adalah substansi spiritual/immaterial, ataukah mereka itu adalah makhluk lain di alam semesta ini (entah alien, entah apa), atau mungkin juga mereka hanyalah riak-riak kecil dalam kesadaran manusia: mereka sebenarnya tidak ada, hanya otak manusia saja yang sedikit berfkultuasi. Saya kemudian teringat sebuah fenomena yang sering saya alam yakni sleep paralysis atau yang sering disebut sebagai ketindisan. Waktu kecil saya sering diajarkan bahwa sleep paralysis ini diakibatkan oleh makhluk halus sedang mengganggu kita, namun belakangan saya akhirnya tahu kalo ini diakibatkan adanya gejala tertentu di otak kita.

Saya kemudian menemukan bahwa sejarah Islam tidak sesuci yang saya bayangkan. Bahwa Husain bin Ali mati di karbala, bahwa Umar bin Khattab membuat fatimah keguguran, dll yang kemudian membuat saya sampai pada kesimpulan kalo Nabi-Nabi itu juga manusia biasa. Mereka tidak dibekali muatan spiritual tahap lanjut seperti yang dikatakan oleh keturunan mereka: habib-habib itu. Maaf saya bukan pembenci habib. Saya hanya objektif menilai realita.

By The Way, waktu kecil saya juga pernah mengikuti perguruan-perguruan spiritual yang banyak dibuka bersamaan dengan momentum kerusuhan SARA di Sulawesi Tengah pada waktu itu, antara lain Pagar Nusa dan Al-Haq (maaf saya ga tau situs resmi nya, silakan pembaca cari lebih lanjut) yang membuat saya itu terpapar dengan fenomena-fenomena spiritual pada waktu itu: ada teman seperguruan saya yang kemudian jadi gila (tidak waras) karena mengikutinya. Ini kemudian sampai saat ini menyisakan goresan kecil di kesadaran saya yang termanifestasi oleh pertanyaan semisal, jangan-jangan jin itu ada? Atau kalo mau lebih jauh lagi, jangan-jangan Allah, Jibril, Iblis, Ifrit, dll itu benar-benar ada?

Pada waktu mengikuti Al-Haq itu saya juga di situ ikutan berzikir dan setengah kerasukan. Kemudian saya melihat sendiri bagaimana teman-teman saya yang mengikuti Pagar Nusa itu terlempar karena mengalami spooky action at a distance dari teman yang lain.

Karena kentalnya paparan ilmu fisika (dan ilmu eksak lainnya) yang saya terima akhir-akhir membuat saya berpura-pura untuk tidak ambil peduli dengan hal-hal tersebut. Dibekali dengan pemahaman tentang fenomena sleep paralysis dan fenomena neurosains lainnya saya kemudian senada dengan Sigmund Freud bahwa hal-hal tersebut tidak lebih dari sekedar riak-riak kecil di kesadaran manusia. Belakangan ini para pakar neurosains kemudian memdeklarasikan bahwa kesadaran itu tidak ada: apa yang terjadi di otak manusia tidak lebih dari reaksi elektrokimia yang sifatnya eksak (terprediksi). Dengan demikian adalah hal yang lucu (kalo tidak bisa dikatakan ngawur) kalo ada ilmuan yang mencoba membuat pembangkit listrik tenaga jin, atau mobil bertenaga jin, dan semisalnya.

Keistimewaan kita untuk tetap keep the faith di fisika adalah fisika itu sifatnya egaliter tidak feodal. Kalo kita belajar memahami realita secara sufistik, mau tidak mau kita mesti dekat dengan dukun, atau habib karena konon mereka itu membawa darah suci utusan Tuhan. Aura mereka adalah aura yang terberkati. Kalo kita belajar sendiri katanya bisa jadi gila seperti teman seperguruan saya waktu kecil itu. Sementara di fisika, kita itu bebas aja belajar asal mampu. Kita bisa berguru ke anak SD, bisa berguru ke anak SMP, bisa berguru ke anak TK sekalipun. Fisika itu sifatnya ilmiah. Jadi fenomena fisika manapun bisa diulangi oleh siapapun, tidak peduli dia itu keturunan habib atau bukan. Sementar fenomena spiritual hanya orang-orang tertentu saja yang mengalaminya. Itupun kalo mereka ga ngarang.

Kita dahulukan yang pasti-pasti ketimbang yang nisbi-nisbi. Fisika itu punya manfaat praktis yang bisa diterima oleh siapa saja. Sementara mukjizat itu sifatnya tergantung penafsiran dan situasional.

Kembali ke judul tulisan ini: Einstein, Gravitasi, dan Planet Mars.

Apa itu gravitasi? Tak ada satu pun orang yang benar-benar paham. Bahkan profesor fisika di ITB bahkan di seluruh dunia akan mengalami kebingungan kalo disuruh memikirkan soal gravitasi ini.

Siapa yang mengemudikan planet-planet itu?

Kalo pembaca kebingungan tentang apa itu gravitasi, saya berikan contoh yang bisa dijangkau, ga usah dulu planet-planet dan lubang hitam yang jauh dari jangkauan. Spooky action at a distance (meminjam terminologi Einstein) itu bisa Anda jumpai pada fenomena besi berani (magnet batangan). Sejak jaman dulu orang-orang itu heran dengan fenomena magnetisme. Mengapa besi bisa tertarik ke besi lainnya tanpa ada persentuhan. Kan biasanya kalo tertarik ke sesuatu tempat atau tertarik ke posisi tertentu, maka yang menarik kita itu mesti bersentuhan (punya kontak langsung) dengan kita. Kalo kita main tarik tambang, yang membuat kita tertarik ke arah lawan itu karena kita pegang tali dan lawan menarik tali yang kita pegang.

Berbeda halnya dengan spooky action at a distance, tanpa bersentuhan besi akan tertarik ke arah magnet. Apa yang menariknya, tidak kelihatan. Tidak ada substansi yang menarik besi ke arah magnet. Penyebab besi tertarik ke arah magnet tidak lain karena sifat intrinsik dari besi dan magnet itu sendiri. Kata fisikawan ada medan diseputar magnet yang membuat besi tertarik. Medan ini berbeda dengan materi. Kalo dianalogikan dengan struktur bahasa, medan itu predikat dan materi itu subjek. Jadi magnet menimbulkan medan magnet dan akibat pengaruh medan magnet ini besi tertarik. Soal pertanyaan apa sih sebenarny medan itu, maka itu yang coba dijawab oleh para fisikawan partikel energi tinggi. Bahwa medan magnet (yang sekaligus medan listrik) dibawa oleh partikel foton. Medan gravitasi dibawa oleh partikel graviton, dst. Tapi inipun bukan jawaban finish. Lantas apa itu medan? I dont know…

Nah, dari fenomena besi berani ini lah Newton (yang mungkin sudah mengetahui fakta magnetisme tersebut) kemudian menanyakan kenapa apel jatuh ke bawah, bukan jatuh ke atas. Ternyata subjek berupa bumi memberikan predikat berupa medan gravitasi ke arah apel: setiap benda bermassa akan menghasilkan medan gravitasi. Apel kemudian tertarik ke arah bumi. Anda kemudian jangan heran hukum Newton dan Hukum Coulomb itu bentuknya sama: ada r kuadrat pada penyebutnya. Penjelasannya adalah flux gravitasi (dan juga elektromagnet) itu konstan terhadap sumber, dengan demikian seiring bertambahnya jarak dari sumber S maka kerapatan flux itu pada permukaan tertentu yang berjarak r dari sumber berkurang yang pengurangannya sebanding dengan bertambahnya luas area dari permukaan tersebut. Sementara luas permukaan tersebut bertambah sebanding dengan kuadrat jarak  r dari sumber (ingat rumus menghitung luas permukaan bola).  Lihat gambar dan link tersebut.

 

Inverse_square_law.svg

Dan Newton kemudian menggunakan hukum I dan II nya tersebut (yang bisa Anda jumpai pada pelajaran fisika SMA) digabung dengan hukum Gravitasi Universal (action at a distance yang sama juga degan hukum Coulomb tadi) untuk kemudian memprediksi lintasan planet-planet secara eksak. Dan prediksinya benar, bisa diukur oleh siapa saja: bukan cuma para habib dan dukun. Karena prediksi ala Newton ini benar, maka digunakanlah pada kasus-kasus yang lain semisal mendaratkan wahan luar angkasa di bulan, atau bagaimana menempatkan satelit tertentu di orbit biar ga jatuh-jatuh.

Anda percaya ga kalo satelit telekomunikasi yang digunakan oleh Telkomsel dan operator telekomunikasi lainnya (satelit palapa sekian, saya udah lupa) itu saat ini sedang berada di orbit (di atas kepala kita) hanya dengan bermodalkan hukum gravitasi universal ala Newton ini. Berputar-putar mengelilingi bumi 24 jam non-stop tanpa perlu di isi bensin kayak mobil Nascar.

Namun ternyata rumusan inverse square law ala Newton ini punya cacat. Cacatnya adalah dia tidak 100 persen bisa memprediksi orbit planet merkuri dalam mengelilingi matahari. Planet di tata surya kita ini mengelilingi matahari dalam lintasan yang berbentuk elips. Pada lintasan ini ada titik aphelion (titik terjauh) dan ada titik perihellion (titik terdekat). Dan ternyata setelah diamati, titik terjauh dan titik terdekat ini tidak tetap letaknya sepanjang masa akan tetapi berubah yang mengindikasikan orbit dari planet tersebut juga berubah. Hukum II Newton (yang boleh dibilang juga hukum kekekalan momentum angular) yang digabungkan dengan hukum gravitasi universal tadi ketika digunakan untuk memprediksi laju perubahan (atau lebih tepatnya pergesaran) orbit ini tidak benar 100 persen akan tetapi secara signifikan jauh dari itu (97 persen atau kurang kalo tidak salah). Sementara penyimpangan dari 100 persen yang bisa diterima itu harusnya lebih besar (lebih 98.99 persen) dengan memperhitungkan faktor keterbatasan ketelitian dari alat ukur.

Ini artinya data dan perhitungan tidak bersesuaian. Karena itu perhitungan harus dikoreksi karena data sudah pasti. Di sinilah kehebatan teori relativitas umum Einstein: mampu memprediksi pergeseran orbit planet merkuri ini dengan akurasi yang dibutuhkan (99,99 persen) atau boleh dibilang 100 persen (jika keterbatasan ketelitian alat ukur diabaikan). 

ASperihe

Fig6_19

Yang jadi trend di kalangan fisikawan akhir-akhir ini adalah bagaimana menggabungkan gaya-gaya fundamental yang bekerja di alam ke dalam satu rumusan yang utuh. Di alam kan ada empat gaya fundamental (eksak, non spiritual). Pertama gaya gravitasi, kedua gaya elektromagnet, ketiga gaya nuklir kuat, dan ke empat gaya nuklir lemah.

Gaya yang kita alami pada kasus tarik tambang itu dimasukkan ke dalam gaya elektromagnet. Begini ceritanya: ketika tangan kita bersentuhan dengan tali, ada gaya tolak menolak antara proton penyusun tangan kita dengan proton penyusun tali tambang tadi yang mengakibatkan tangan kita tidak menyatu dengan tali (berbeda halnya dengan susu yang menyatu dengan air). Gaya gesek hakikatnya adalah perwujudan dari gaya elektromagnet antara proton-proton penyusun material yang saling bergesekan (silakan tanya profesor fisika di ITB). Ketika tangan kita mencengkram tali tambang gaya gesek tadi menahan agar tali tersebut tidak terlepas dari tangan kita. Karena tali tadi tidak terlepas dari tangan kita maka kita ikutan tertarik ke arah lawan dalam proses tarik tambang tersebut.  Jadi gaya gesek bukan gaya fundamental, tapi gaya elektromagnetik lah yang menjadi hakikat dari gaya gesek.

Gaya nuklir lemah tidak teramati dalam kehidupan sehari-hari namun berperan dalam peluruhan radioaktif. Gaya nuklir kuat itulah gaya yang melekatkan proton-proton (yang saling tolak menolak karena bermuatan positif) agar bisa bersatu di dalam inti. Gaya nuklir kuat, gaya nuklir lemah, dan gaya elektromagnet sudah berhasil disatukan oleh para fisikawan. Abdussalam si ilmuan fisika asal Pakistan itu dapat Nobel untuk kerja kerasnya dalam topik ini. Gaya listrik dan gaya magnet kan sudah dari dulu disatukan oleh James Clerk Maxwell yang melahirkan 4 hukum Maxwell yang diajarkan di semester 2 kuliah pascasarjana ITB.

Yang jadi masalah besar saat ini adalah bagaimana menyatukan rumusan gravitasi ala Einsein ini ke dalam ketiga gaya tadi. Masalahnya adalah rumusan Einstein ini sudah paten akurasinya (seperti dalam kasus memprediksi pergeseran orbit planet mars tadi). Dan yang bikin sulit adalah orientasi perumusan Einstein sangat berkaitan erat dengan geometri dan curvature: kelengkungan ruang waktu. Berbeda dengan penyatuan antara gaya listrik dan gaya magnet menjadi elektromagnet oleh Maxwell, yang semata-mata berorientasi partikel. Demikian pula dengan penyatuan gaya elektromagnet dengan gaya nuklir lemah itu juga berorientasi partikel. Jadi tinggal kita mulai perumusannya dari Lagrangian dan implikasinya muncul partikel di situ yang diasumsikan membawa gaya tersebut.

Kebingungan para fisikawan dalam ikhtiar penyatuan ini makin menjadi hingga melahirkan teori-teori heboh semisal superstring yang implikasinya adalah terdapat alam semesta lain yang paralel dengan alam semesta kita ini.

Gravitasi itu apa, sampai saat ini saya masih belum sepenuhnya tahu. Semoga professor saya di ITB yang punya IQ tinggi itu mampu menjelaskan dengan bahasa yang lebih gamblang dan mudah dimengerti. Dan tentunya penjelasannnya eksak, universal, dan tentunya tidak feodal (kadang benar, kadang salah, kadang muncul, kadang enggak).

 

BERSAMBUNG…

No comments: