Showing posts with label catatan hidup. Show all posts
Showing posts with label catatan hidup. Show all posts

Wednesday, January 2, 2019

Menjadi TKW atau menjadi Pelacur

Di Indonesia ini sudah bukan rahasia lagi bahwa tuntutan kebutuhan ekonomi membuat banyak orang harus pintar dan jeli dalam mencari lapangan pekerjaan. Ketersediaan lapangan pekerjaan di perkotaan semakin langka. Begitu banyak para pencari kerja tiap tahunnya namun tidak dibarengi ketersediaan lapangan pekerjaan yang memadai. Ada pencari kerja yang bermodalkan ijazah namun ada pula yang hanya bermodal kenekatan. Bagi yang dibekali ijazah dari jenjang pendidikan tentu diberi keuntungan mengingat hampir pasti lapangan pekerjaan yang tersedia saat ini mensyaratkan hal tersebut. Sementara sisanya harus bisa menyesuaikan diri dengan lapangan pekerjaan yang sama sekali tidak diharapkan dan diimpikan sedari kecil. Pasti tidak ada anak yang ketika ditanya, nanti kalau besar jadi apa, mereka menjawab jadi TKW.

Pengiriman TKW ke luar negeri merupakan salah satu alternatif yang ditawarkan pemerintah untuk mengatasi masalah langkanya lapangan pekerjaan ini. Negara-negara utama tujuan pengirima TKW adalah negara-negara timur tengah yang terkenal fanatik dengan adat ketimuran. Penyebab utama adalah negara-negara tersebut merupakan negara-negara petrodolar yang saat ini sedang makmur-makmurnya karena penemuan kandungan minyak yang sangat besar di bawah permukaan buminya. Beberapa dasawarsa yang lalu para pakar banyak yang memperkirakan bahwa kandungan minyak ini sedang di ambang kritis karena sudah menipis dan hampir habis. Namun seperti halnya kandungan emas yang sudah berabad-abad ditambang namun tetap saja menyisakan pertanyakan ke mana semua yang sudah ditambang selama ini, ternyata ramalan para pakar tersebut belum juga menemui kenyataan karena minyak bumi masih tetap menjadi tumpuan utama untuk menggerakkan roda perekonomian dunia saat ini. Akibat tingginya kebutuhan terhadap minyak bumi di segala penjuru dunia, sementara hanya beberapa negara saja yang bisa menjadi produsennya, maka ini memicu minyak bumi menjadi komoditas yang paling dicari di seluruh dunia yang mengakibatkan harganya menjadi sangat tinggi. Sebuah negara pasti akan membagi pendapatannya ke dalam dua jenis yakni dari sektor migas dan dari sektor non-migas. Di mana kendatipun pendapatan jenis kedua terdiri dari berbagai macam komoditas namun nilai penjualannya pada banyak kasus belum bisa mengalahkan pendapatan pada sektor migas. Dengan demikian maka hasil penjualan migas ini mengantarkan negara-negara produsen utamanya khususnya yang berada di timur tengah ke dalam kemakmuran. Dan kemakmuran ini tentu tercermin dengan tingginya pendapatan perkapita dari penduduk yang berdiam di kawasan tersebut.

Bagi orang-orang yang memiliki pendapatan tinggi maka adalah hal yang beralasan untuk untuk menyisihkan sebagian dari pendapatannya untuk mengurangi beban kesibukan yang mereka alami. Misalnya dengan menyewa pembantu dalam mengurus berbagai keperluan sehari-hari sambil tetap fokus dengan kesibukan lainnya yang lebih mendatangkan uang. Dan disinilah peran TKW dibutuhkan. Memang pekerjaan sebagai TKW itu tidak terlalu membutuhkan skill yang memadai. Cukup dengan keterampilan menyeterika, mencuci pakaian, atau memasak, maka kita sudah bisa menjadi orang kepercayaan dalam rumah tangga orang-orang kaya di arab sana. Dan sebagai seorang pembantu rumah tangga, maka sudah pasti kita menjadi bagian dari keluarga besar si pemilik rumah. Kita harus tinggal di dalamnya, makan dan tidur bersama si pemilik rumah, sehingga seiring berjalannya waktu maka timbulah keakraban antara kita dan mereka. Dengan demikian di samping kita mendapatkan uang gaji pokok sebagaimana yang sudah ditandatangani pada kontrak, kita juga bisa mendapatkan bonus lain-lain.

Tidak menutup kemungkinan juga dalam ikatan kerja sebagai TKW terdapat hal-hal yang tidak diinginkan misalnya jika si majikan sampai terpantik birahinya terhadap si TKW yang pada umumnya wanita yang punya daya tarik seksual yang tinggi. Bukan hal yang asing lagi diberitakan jika banyak TKW yang harus mendapatkan kekerasan seksual dari tuan rumah di arab sana, dan banyak di antaranya yang harus pulang menanggung malu karena sudah hamil berbadan dua. Ada pula yang karena tidak sanggup dengan tekanan psikis akibat diperlakukan semena-mena harus menempuh cara-cara tragis misalnya dengan menghabisi nyawa majikannya dan berakhir dengan hukuman mati. Sudah bukan hal yang aneh jika banyak ditemukan di internet foto-foto tubuh para TKW yang mengalami bekas siksaan entah itu dengan cara dicambuk atau dengan disiriam air panas. Para TKW harus mampu beradaptasi dengan semua itu. Karena adalah yang sudah jauh-jauh hari ditanamkan ke alam bawah sadar mereka oleh para agen, bahwa untuk merubah nasib harus butuh pengorbanan yang tidak sedikit. Tapi banyak pula para TKW yang sudah paham dengan hal ini, entah karena memang tidak ada cara lain yang bisa dilakukan, atau memang karena mereka juga menikmati pekerjaan tersebut. Faktanya banyak TKW yang diberangkatkan ke luar negeri ternyata mengambil profesi sampingan sebagai pelacur. Menjadi pelacur di sini bukan karena gaji yang mereka dapatkan dari majikan tidak mencukupi, akan tetapi karena memang selama ini pekerjaan mereka pada si majikan adalah di samping melayani pekerjaan sehari-hari baik itu mencuci, memasak, menyeterika, dan lain-lain, ternyata mereka juga harus menjadi pelayan seksual pada majikan yang bersangkutan. Berdasarkan informasi yang saya peroleh, memang tidak semua TKW berlaku seperti itu, tapi tidak sedikit biro TKW yang terlibat dalam sindikat jaringan internasional (entah itu dengan background freemason, ilumminati) yang berfokus pada “soft” human-trafficking tersebut (perdagangan manusia sebagai budak belian di masa moderen). Para agen-agen nakal tersebut memang sudah memberitahukan ke calon TKW yang mereka salurkan bahwa nanti pada majikan yang menjadi tujuan, mereka harus bersedia dijadikan sebagai pemuas nafsu. Pembaca pasti sudah sering melihat di situs-situs semacam youtube, di mana para TKW banyak yang terlibat kencan dengan pria-pria Bangla (dari Bangladesh) yang berprofesi sebagai tenaga kerja kasar seperti mereka (baik itu supir, kuli bangunan, penjaga toko, dan lain-lain). Logika yang perlu pembaca pahami adalah, jika pria-pria Bangla itu saja bisa menjadikan mereka sebagai wanita pemuas nafsu, sementara status mereka sama-sama sebagai pencari kerja, nah bagaimana halnya lagi dengan si majikan yang sudah jelas-jelas memberikan mereka sumber penghidupan sehari-hari selama berada di negeri orang? Atau jika pembaca masih belum percaya, yang jadi pertanyaan kemudian adalah, kenapa majikan para TKW tersebut membiarkan orang-orang yang tinggal di dalam rumah mereka untuk berbuat tidak senonoh dengan para pria Bangla tersebut?

Jadi ketimbang hanya si majikan yang bisa menikmati kemolekan tubuh mereka, secara ego mereka akan beranggapan bahwa bukankah lebih baik jika membaginya dengan orang lain. Kata kasarnya menghilangkan kebosanan sambil mencoba hal-hal baru. Seperti laki-laki yang tidak puas jika hanya beristrikan seorang wanita, maka begitu juga dengan para TKW tadi, mereka tak mau kalah mengumpulkan sebanyak mungkin pria Bangla untuk diajak kencan, merasakan sebanyak mungkin aneka ragam penis yang ada di pasaran. Jadi jika di hari kerja mereka harus memuaskan nafsu majikan, maka di hari libur mereka nyambi menjadi pelacur di luar yakni dijual oleh germo-germo yang tidak lain masih kaki tangan dari agen penyalur TKW tersebut. Merekalah yang menghubungi pria-pria hidung belang yang kebanyakan berprofesi sebagai sopir atau kuli bangunan. Dan transaksi seksual tersebut dilakukan di warung-warung makan yang menjadi tempat kumpul mereka. Bisa juga aktifitasnya dilakukan di kos-kosan teman yang sudah jadi pelarian (baca: lari dari majikan).

Bukan hal yang sulit untuk menjadi agen penyalur TKW. Yang kita perlukan adalah koneksi yang mantap. Kita tinggal mengurus visa, paspor dan dokumen-dokumen penunjang dari TKW yang bersangkutan dan selanjutnya tinggal menghubungi si pemesan tentang tidak cocoknya TKW yang akan bekerja di situ. Di sinilah peran sindikatnya, di mana orang-orang yang terlibat di dalamnya umumnya orang-orang yang sudah lama berdiam di negera-negara timur tengah sehingga sudah memiliki suami atau isteri di sana. Jadi ketika mereka melihat adanya kebutuhan terhadap wanita pemuas nafsu yang sulit dicari di negeri Arab karena tradisi yang mengekang, mereka kemudian melihat situasi di tanah air di mana kondisi sosio kultural yang lebih permisif membuat tipe-tipe wanita seperti itu sangat mungkin diadakan. Hal ini sangat mirip dengan perdangan rempah-rempah di masa lampau, yakni ketika negara-negara Eropa yang sangat butuh dengan komoditas penyedap masakan semisal pala, cengkeh, dan lain-lain harus jauh-jauh datang mencari ke Indonesia karena komoditas tersebut tidak mungkin diadakan di negeri mereka. Biasanya para TKW akan diberi kontrak selama 2 setengah tahun. Jika mereka merasa cocok dengan majikan yang ditinggalinya, maka kontraknya bisa diperpanjang. Sebagai wanita para TKW tentu tidak bisa lepas dari naluri kewanitaannya. Mereka pasti punya libido, sehingga ketika nanti di kampung orang saat jauh dari suami yang biasa menemani mereka, mereka pasti akan berfikir keras dalam urusan pemenuhan libido tersebut. Siapa yang akan memuaskan hasrat kemanusiaan mereka? Seperti yang pembaca liat sendiri di youtube umumnya TKW itu akan pergi ke pada pria-pria Bangla yang dikenal memiliki penis yang besar yang merupakan idaman siapapun wanita. Tapi yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah mereka harus keluar rumah tiap hari untuk menemui para pria Bangla tersebut tanpa mendapatkan protes dari si majikan?

Beberapa sumber yang saya tanyai mengatakan bahwa biasanya TKW itu diberi keleluasaan dari si majikan untuk keluar rumah sekali dalam seminggu. Dan ini biasanya yang digunakan oleh para TKW dalam memenuhi hasrat seksualnya untuk menemui pria-pria Bangla tersebut. Namun bagaimana dengan hari-hari lainnya? Apakah para TKW ini berpuasa? Bukankah jauh lebih baik jika kita melakukan hubungan seksual setiap hari? Ini tentu adalah pertanyaan yang bisa dijawab oleh pembaca sendiri.

Jika bernasib baik para TKW akan mendapatkan majikan yang mampu memuaskan libido mereka dan ini menjadi alasan bagi mereka untuk memperpanjang kontraknya berkali-kali hingga puluhan tahun dengan majikan yang sama. Sementara jika bernasib kurang beruntung, mereka akan mendapatkan majikan yang sama sekali tidak memuaskan, dan ketika masa kontrak dua setengah tahun itu terlewati, mereka lantas memutuskannya untuk mencari majikan yang baru.

Sebagian pembaca pasti protes dengan mengatakan bahwa jika TKW tersebut benar dijadikan pemuas nafsu, lantas apakah mereka nanti tidak takut hamil? Atau kalimat sejenis semisal, jika para TKW tersebut dijadikan pemuas nafsu, sudah pastilah mereka hamil dan menanggung malu? Bukti bahwa jarang terjadinya kasus para TKW yang pulang hamil, menandakan bahwa apa yang saya utarakan sebelumnya tidak benar? Saya hanya bisa memberikan sedikit gambaran kepada pembaca bahwa saat ini penyebaran penyakit kelamin semacam sipilis dan HIV sudah begitu merebak bahkan di pedesaan. Sudah bukan hal yang aneh bahwa dalam suatu komunitas di kampung-kampung banyak pemudanya yang berbadan kurus dengan sangat mencolok, padahal untuk dikatakan menderita gizi buruk mereka sama sekali tidak mungkin. Sekarang saja program pemerintah berupa dana desa bisa mencapai miliaran rupiah tiap tahunnya, lantas bagaimana mungkin dalam suatu kampung ada begitu banyak pemuda yang kekurusan akibat kurang gizi? Demikian pula dengan para wanita, begitu banyak wanita yang mengalami penurunan berat badan dan kemudian terbukti divonis HIV, namun sama sekali tidak pernah sekalipun mengandung janin di dalam kandungannya. Apakah virus tersebut diinjeksikan ke dalam tubuh mereka melalui suntikan di pembuluh darah? Tentu jawabannya bisa ya, bisa juga tidak, tergantung situasi dan kondisi. Tapi intinya adalah hubungan seksual itu tidak harus identik dengan kehamilan. Dewasa ini banyak metode yang dilakukan oleh wanita untuk mencegah kehamilan. Entah itu dengan pil kontrasepsi atau juga dengan memuntahkan kembali sperma yang sudah terlanjur masuk ke dalam liang kemaluannya. Konon ada pula yang menggunakan kekuatan supranatural untuk mencegah kehamilan tersebut. Saya sendiri berpendapat bahwa kehamilan merupakan mahakarya dari Tuhan. Tanpa dibuahi wanita bisa hamil seperti dalam kasus Nabi Isa. Demikian pula pasangan suami istri yang sudah puluhan tahun berumah tangga namun belum juga dikaruniai keturunan, lantas apa yang aneh? Para wanita bahkan bisa mengatakan dengan pasti bahwa anak yang sedang dikandungnya merupakan anak dari si suami, kendatipun yang menyetubuhi si wanita bisa banyak orang. Sepertinya si wanita sudah punya feeling mana sperma yang bisa melewati mulut rahimnya, mana yang tidak.

Jadi perbudakan seksual terhadap para TKW ini sudah begitu menjamur tanpa sekalipun diliput oleh media massa atau diangkat ke dialog-dialog di TV. Hanya sekali-kali saja terdengar berita seorang TKW harus menunggu maut akibat divonis hukuman pancung. Biasanya si TKW membunuh bukan karena dia tidak ingin diperkosa oleh si majikan. Yang menjadi masalah adalah majikannya menaruh rasa berlebih kepada si TKW melebihi seharusnya yang ditandatangani pada kontrak (yakni sebagai pemuas nafsu). Sehingga ketika si TKW merasa tidak puas dengan si majikan dan mencari pelampiasan di luar rumah, si majikan over-protektif atau cemburu dan melakukan tindakan-tindakan di luar kewajaran. Terjadilah pertengkaran yang berujung pada nyawa yang harus melayang. Tentunya hal ini tidak perlu terjadi jika kedua belah pihak diberi pengertian. Hal yang sering diliput di TV adalah para TKW yang sudah begitu betah di rantau hingga oleh si majikan diberi kesempatan untuk naik haji berkali-kali. Media seperti lupa atau bahkan tidak peduli untuk mengangkat para TKW-TKW yang begitu asik berburu pria Bangla.

Seperti begitu banyaknya kebohongan yang ditutup-tutupi di tanah air saat ini, tentu ini bukan tanpa alasan. Mengatakan bahwa TKW berkencan dengan pria Bangla adalah sebuah aib yang harus dikubur rapat-rapat. Karena ini pasti akan mencoreng muka departemen tenaga kerja yang menjadi motor para TKW selama ini. Sudah begitu miskinkah Indonesia ini sehingga seorang wanita yang seharusnya mengurus rumah tangga, melayani suami dan membesarkan anaknya, harus sendirian di negeri orang guna menjadi babu di tengah orang-orang arab yang sama sekali bukan muhrimnya dan seperti orang kehausan harus menjajakan dirinya ke tangan pria-pria Bangla. Saya yakin di antara para pembaca ada yang pernah mendengar hadits Nabi yang melarang seorang wanita untuk bepergian keluar rumah tanpa ditemani muhrimnya? Di Arab Saudi saja ada kebijakan yang berlandaskan hukum Islam bahwa seorang wanita tidak boleh menyetir tanpa ditemani muhrimnya. Menyetir yang sebentar saja tidak boleh jika tidak ditemani muhrim, lantas bagaimana pria-pria di arab sana membiarkan wanita-wanita Indonesia hidup bertahun-tahun dalam rumah mereka tanpa ditemani oleh muhrimnya? Apalagi kalau bukan budak namanya (baca: human-trafficking)?

Sunday, October 21, 2018

Hubungan Antara Gempa Palu, Sigi dan Donggala dengan Perilaku Seks Menyimpang Warga Setempat

Berdasarkan teori fisika gempa bumi di sebabkan adanya patahan di mana volume batuan dalam skala besar mengalami diskontinuitas. Akibat diskontinuitas ini antara volume batuan tadi terbagi menjadi dua buah pelat tektonik yang mengalami gerak relatif satu sama lain dengan arah berlawanan. Gerak antara dua buah bidang permukaan mengakibatkan dua kemungkinan yakni ada gesekan atau tidak. Pada pelat tektonik, adanya gesekan lama kelamaan mengakibatkan pergerakan lanjutan dari dua buah pelat terhambat atau terkunci. Namun karena ada desakan terus menerus maka hambatan tadi akan terlepas dan ini yang menghasilkan pelepasan energi dalam skala besar yang termanifestasi ke dalam wujud gempa bumi. Hal ini bisa dianalogikan dengan kasus ketika kita mendorong meja di lantai yang licin, tentu mejanya akan terdorong dengan mudah. Namun bagaimana jika di lantai tadi tiba tiba dipasang polisi tidur, tentu kita akan terhambat mendorongnya. Dan kita perlu energi tambahan untuk mendorongnya, sehingga begitu polisi tidurnya terlewati maka mejanya meluncur dengan cepat.


Jika pusat (hiposenter) dari gempa berada di bawah permukaan laut, maka energi gempa tadi akan memindahkan atau menggeser sebagian dari dasar laut (seabed), yang berakibat volume air di atasnya akan berpindah juga dan inilah yang menjadi pemicu sunami. Sementara pada daratan, gempa di samping meluluhlantahkan bangunan yang ada, terdapat pula fenomena lain yakni likuifaksi di mana tanah yang semula keras berubah sifatnya menjadi cair. Pada kasus gempa Palu, justru bencana likuifaksi ini yang paling banyak memakan korban. Hipotesis yang beredar bahwa di daerah yang mengalami likuifaksi ini yakni kelurahan Petobo dan Balaroa terdapat tingkat kejenuhan yang tinggi pada lapisan tanah karena terlalu banyak menampung air sehingga ketika terjadi gempa goyangan pada lapisan tanah mengakibatkan kantong-kantong air dalam tanah tadi bercampur baur dengan tanah di sekitarnya sehingga membentuk lumpur. Misalnya saja di daerah Petobo di mana awal mula likuifaksi terletak pada saluran irigasi yang berada di hulu dan seterusnya hingga ke bawah sampai ke jalan Dewi Sartika. Jadi rembesan air yang mengalir di irigasi tadi memenuhi lapisan bawah dari tanah di Petobo sehingga membuatnya tidak stabil dan rentan likuifaksi atau longsor. Hal ini kemudian diperparah oleh topografi lembah palu sendiri yang membentuk lereng. Mulai dari muara sungai Palu di jembatan empat yang roboh itu hingga ke hulu di daerah kulawi semuanya berawal dari kaki pegunungan dan menurun hingga ke pinggir sungai jadi tidak sepenuhnya dataran rendah. Sementara daerah Balaroa tepat berada di kaki gunung Gawalise di mana tingkat kemiringan kawasan ini boleh dibilang cukup tinggi. Beberapa daerah lainnya misalnya di desa Jono Oge juga terdapat fenomena serupa bahkan di desa ini justru area yang mengalami likuifaksi lebih luas dibandingkan dengan dua area sebelumnya kendatipun jumlah korban jiwa yang ditimbulkan tidak begitu besar.


Sampai saat ini proses evakuasi terhadap korban terus dilangsungkan, kendatipun berdasarkan SOP dari BNPB, proses evakuasi hanya dilangsungkan maksimal dua minggu dengan perhitungan bahwa lebih dari jangka waktu tersebut korban yang tertimbun sudah tidak bisa lagi diselamatkan. Selanjutnya berdasarkan keputusan para pihak yang berkepentingan, kedua kawasan ini yakni Balaroa dan Petobo nantinya akan dijadikan monumen likuifaksi yang mirip monumen sunami SPBU apung di Aceh. Tentu ini sebuah ironi mengingat situasi Petobo dan Balaroa yang berada di tengah kota yang pasti berbeda dengan situasi perkampungan terpencil di lereng pegunungan misalnya, yang akan sangat aneh jika dibiarkan masih berupa gundukan tanah yang menampung korban-korban bencana likuifaksi. Bukankah lebih baik dan lebih terhormat jika mayat-mayat para korban tersebut dievakuasi dulu kemudian tanah-tanah yang menjadi gundukan yang bercampur dengan rumah-rumah dipindahkan ke luar kota. Tentu ini akan memakan biaya yang tidak sedikit mengingat posisi Palu sendiri hanya merupakan sebuah ibukota provinsi kecil di Indonesia. Tapi jika dibandingkan dengan biaya yang dihabiskan dalam proyek abadi perbaikan longsor jalur kebun kopi yang menghubungkan Tawaili dan Toboli yang sejak saya masih kecil hingga saat ini tidak ada habisnya, tentu proses evakuasi sampai tuntas terhadap korban likuifaksi Petobo-Balaroa bukanlah hal yang mustahil untuk diwujudkan. Posisi Balaroa sendiri tidak jauh dari Pasar Impres, yang merupakan pasar sentral terbesar di Sulawesi Tengah. Bagaimana ini akan menjadi daya tarik wisatawan sementara tidak jauh dari lokasi ini terdapat timbunan mayat dengan berbagai posisi akibat mati konyol tertimbun tanah. Apakah para pencicip kuliner di Pasar Inpres tidak akan mencium aroma angker hantu-hantu bergentayangan yang minta diperlakukan secara wajar. Bagaimana para turis bisa menikmati pemandangan di inpres jika ada saja suara-suara halus di telinga mereka, atau bahkan adanya orang-orang kesurupan akibat kerasukan roh-roh para korban bencana likuifaksi yang ingin diperlakukan secara adil. Jika kita bandingkan situasi di Balaroa pasti tidak akan berbeda dengan situasi pada monumen kekejaman Pol pot di vietnam, di mana kendatipun di situ sering didatangi wisatawan, namun kesan yang didapatkan jauh dari kesan keceriaan layaknya situs-situs wisata pada umumnya. Petobo sendiri merupakan daerah yang sekarang ini, sebelum bencana likuifaksi, sedang gencar-gencarnya diadakan pembangunan perumahan penduduk skala besar. Dan kawasan ini langsung terhubung dengan kawasan perumahan di Lasoani. Ada begitu banyak proyek perumahan yang sedang dibangun di sekitar kawasan ini. Hal yang pertama yang harus dibenahi adalah bagaimana menghubungkan kembali Jalan lingkar lasoani-petobo seperti sedia kala. Untuk itu timbunan tanah yang berada di sepanjang jalan H. M. Soeharto harus di bersihkan demikian pula gundukan tanah yang bercampur reruntuhan perumahan beserta mayat-mayat yang terkandung di dalamnya.


Dalam menanggapi bencana tersebut, beberapa kalangan banyak mengaitkan penyebabnya dari aspek non-fisis. Tepat pada hari terjadinya bencana tersebut sempat diadakan pembukaan festival tahunan Palu Nomoni yang dalam penyelenggaraannya dimasukkan beberapa ritual-ritual yang dianggap bernuansa syirik atau pagan. Dalam bahasa setempat ritual ini disebut balia, di mana sajian berupa makanan tradisional dan kepala binatang di letakkan di pinggir pantai dan dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap penguasa laut setempat. Sekilas ritual ini mirip ritual tabot di Bengkulu, namun berbeda dari segi tujuan penyelenggaraannya, di mana acara Tabot sendiri merupakan ritual yang diadakan untuk mengenang kematian cucu Nabi Muhammad Husein bin Ali di Karbala. Ritual balia murni merupakan ritual sisa-sisa kebudayaan animisme yang dihidupkan kembali demi menggiatkan bisnis pariwisata di kota Palu. Jadi dengan adanya festival ini maka akan disedot jumlah pengunjung tahunan di kota Palu yang tentu akan berdampak positif bagi perekonomian di kota ini. Namun karena adanya provokasi dari oknum-oknum tertentu khususnya ormas-ormas Islam semisal Jamaah Tabligh dan HTI maka semua pihak ikut-ikutan mengkambing hitamkan ritual gagasan Wakil Walikota Palu Sigit Purnomo Said (lebih dikenal sebagai Pasha Ungu) sebagai sumber datangnya bencana.

Ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa bencana ini dikibatkan oleh perilaku amoral masyarakat setempat yang sudah sangat memprihatinkan. Konon kelurahan Petobo yang terkena dampak likuifaksi merupakan pusat perjudian di Kota Palu di mana para penjudi yang datang ke sana berasal dari berbagai daerah di Sulawesi bahkan ada yang berasal dari Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Di sini biasa diadakan festival sabung ayam atau lomba karapan sapi. Kendatipun kedua acara ini sifatnya hiburan semata tentu tidak akan lepas dari adanya unsur taruhan (judi) yang pasti dilakukan oleh orang-orang yang berkecimpung di situ. Dan jika judi sudah begitu marak maka bentuk kemaksiatan lain akan serta merta hadir di tempat itu. Misalnya penjualan minuman keras akan sangat mudah ditanyakan ke warga setempat. Di Petobo bahkan terdapat beberapa bisnis prostitusi yang berkedok sebagai panti pijat yang menawarkan jasa seks dengan beragam tarif.

Beberapa sumber mengatakan bahwa pergaulan bebas di kota Palu juga bukan hal yang tabu lagi. Para pelajar dan Mahasiswa di kota ini sudah sebegitu permisifnya dalam melakukan hubungan seksual. Hal ini bisa dengan mudah dibuktikan dengan mendatangi kos-kosan yang tersebar di berbagai tempat di Kota Palu, misalnya yang berada di Jalan Kancil, Anoa I, atau di kawasan R. E Martadinata Tondo. Perilaku seks pelajar dan mahasiswa sudah bukan lagi sebatas hubungan sepasang kekasih yang menjalin ikatan tanpa hubungan nikah, namun sudah mulai menjurus pada tindakan seks ekstrim misalnya pesta seks (orgy), pertukaran pasangan (swinger), dua lawan satu (threesome), menggilir wanita (gang bang), atau seks yang disertai dengan pesta sabu-sabu. Menurut pendapat warga, bukan hal yang sulit untuk mengajak kencan wanita di Kota Palu. Khususnya wanita suku Bugis yang dikenal sangat permisif dan berlibido tinggi. Yang kita perlukan hanyalah sebuah akun media sosial, sikap ramah dan pandai merayu, disertai dengan status sosial yang tidak memalukan. Minimal kita mempunyai kendaraan pribadi dan cukup uang untuk mengajak si wanitanya jalan, maka kita sudah bisa mendapatkan teman tidur atau bahkan pacar untuk berbulan-bulan yang bisa diajak berhubungan seksual setiap malam. Dan wanita di Kota Palu khususnya wanita suku Bugis (menyumbang 30 persen populasi kota Palu) bukanlah wanita yang mau diikat. Kendatipun sudah ditiduri, tidak lantas mereka mengejar-ngejar laki-laki untuk menuntut dijadikan isteri, mereka malahan mencari laki-laki lain hingga mereka mendapatkan laki-laki yang bisa memuaskan nafsu birahi mereka. Dan untuk ini, wanita suku Bugis rela memberikan apa saja baik itu uang dan harta bagi si laki-laki.

Seks di Kota Palu bukan hal yang mahal jika kita begitu jeli dalam mencari si wanitanya. Memang kawasan pelacuran di sini sudah ada yakni dikenal sebagai Tondo kiri, dan itu butuh tarif yang menguras kantong untuk sekali kencan. Namun pusat pelacuran ini hanya ditujukan bagi para pencari wisata seks. Tentu tidak ada orang yang tiap hari datang ke pelacuran, kecuali memang germo atau tukang pukul yang biasa mangkal di situ, karena pasti akan menghabiskan uang. Pada hakikatnya wanita-wanita bugis itu adalah wanita yang begitu murahannya bahkan terhadap orang yang baru dikenalnya. Hal ini mungkin dikarenakan faktor adat suku bugis sendiri yang konon biasa terlibat ritual pesugihan (disebut sebagai mattiro deceng). Orang-orang di Sulawesi semua tahu kalau suku bugis itu mempunyai uang yang banyak yang tercermin dari bangunan rumah yang mereka miliki. Jika penduduk setempat hanya berumah gubuk dengan atap rumbia, maka suku Bugis umumnya berumah beton dengan lantai sampai empat tingkat. Sementara pendapatan mereka sehari-hari hanya berdagang dengan pendapatan tidak seberapa karena pembeli juga jarang. Tentu ritual pesugihan bukan ritual main-main, karena kita sudah berurusan dengan alam non-material yang melibatkan kekuatan supranatural. Biasanya ada tumbal yang harus diserahkan dan ini adalah anak kandung kita sendiri. Pembaca bisa tanya ke suku Bugis, dan mereka pasti bercerita tentang adanya anak kandungnya yang sudah wafat. Logikanya ketimbang anak tadi mati diserahkan pada penguasa kegelapan, bukankah masih lebih manusiawi jika kita setubuhi sendiri? Dan dari sinilah kebejatannya berasal. Hampir pasti bahwa jika anda mendapati wanita suku Bugis yang cantik dan suka mentraktir anda makan, percayalah bahwa Ia sudah disetubuhi ayah kandungnya sendiri. Dan jika demikian bukan hal yang sulit untuk mengajak si wanita tadi untuk berhubungan seksual, mengingat seorang ayah yang menjadi panutan itu pula yang merenggut kehormatan. Dan si wanita tersebut sudah berfungsi sebagai pelacur keluarga, yang digilir oleh ayah kandung, kakak atau adik laki-laki, saudara-saudara sepupu, teman-teman di kampus atau siapapun yang disenanginya. Dan pembaca bisa membuktikan pernyataan ini jika lama tinggal di Sulawesi misalnya di Makassar, Palu, Kendari, atau kota-kota lainnya sampai kemudian mendapatkan jodoh baik itu pacar ataupun istri di sini dari suku Bugis.

Melamar gadis Bugis itu sama saja membeli kucing dalam karung. Anda harus pikir-pikir dulu karena pasti anda akan kecewa nantinya. Bisa dipastikan sebagaian besar wanita suku Bugis itu adalah wanita yang sudah kehilangan keperawanannya sejak dini. Kalopun anda dengan terpaksa melamarnya dengan biaya yang mahal, karena semua juga tahu melamar suku Bugis itu pasti butuh biaya mahal, Anda jangan marah dulu jika nanti istri yang didapatkan sudah tidak perawan ting-ting. Karena pasti ada kompensasi yang diberikan oleh pihak keluarga si wanita. Misalnya Anda juga bisa bersetubuh dengan mertua perempuan atau ipar perempuan Anda kalau mau. Dan sudah menjadi rahasia umum jika dalam sebuah keluarga Bugis itu pesta seks atau orgi itu adalah hal yang rutin diadakan. Di mana seorang suami, istri, ipar dan suaminya, ayah dan ibu mertua telanjang bareng untuk memuaskan nafsu birahi mereka dari malam sampai pagi.

Jika beruntung sebenarnya lebih bagus memacari wanita Bugis ketimbang menjadikan istri. Karena wanita itu sebenarnya tidak butuh dinikahi untuk disetubuhi. Mereka juga butuh kepuasan. Dan bagi si wanitanya, buat apa memperumit suatu tindakan yang justru menguntungkan bagi diri kita? Tapi umumnya karena adanya benturan budaya timur yang masih melekat di masyarakat setempat dan adanya pengawasan dari instansi tertentu atau ormas keagamaan, maka biasanya si wanita tidak begitu saja mau diajak berhubungan seksual. Sebagian dari mereka menuntut untuk dijadikan isteri, karena malu dengan teman yang juga banyak sudah menikah atau tidak enak saja dicap sebagai wanita tidak baik sementara mereka punya kedudukan tertentu di masyarakat. Jadi praktik seks bebas ini hanya menjadi rahasia umum yakni semua juga mempraktekannya namun tidak menyatakannya secara terbuka, hanya membatasi informasinya pada kalangan terdekat. Dan hal ini sudah berlangsung turun temurun sejak jaman kerajaan Gowa-Tallo pimpinan Sultan Hasanuddin. Jika pembaca pernah membaca buku sejarah kerajaan Makassar, pasti pernah mendengar sosok Syekh Yusuf Tuanta Salamaka yang harus lari ke Jawa bahkan dibuang ke Afrika Selatan karena tidak tahan melihat perilaku amoral di keraton kerajaan Makassar yang suka pesta seks dan miras yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang dipahaminya. Jadi wanita suku Bugis akan memberikan apapun untuk laki-laki yang disenangi sepanjang laki-laki itu bisa memuaskan hasrat seksualnya. Berbeda dengan wanita dari suku Jawa misalnya yang lebih memilih sendiri atau menjadi pelacur ketimbang terikat dengan laki-laki yang perangainya tidak baik, karena mereka berpikir bahwa semua laki-laki juga butuh seks. Dan di era sosial media seperti sekarang ini perlahan tapi pasti tabir yang selama ini ditutup-tutupi mulai terkuak. Pembaca bisa memeriksa sendiri dengan berkelana di jejaring sosial bahwa wanita suku Bugis itu berlibido tinggi dan sangat mudah untuk diajak berhubungan seksual. Tidak peduli itu dosen di perguruan tinggi ternama atau mahasiswa cerdas dengan IPK tinggi, wanita suku Bugis itu tak kalah murahannya dengan cewek cabe-cabean yang bekerja yang sebagai pemulung di pinggir sungai yang kotor.

Di kota palu perilaku Suku Bugis yang permisif dan suka menyetubuhi anak kandung sendiri ini ternyata ditularkan ke penduduk setempat. Dan hal inilah yang menjadi biang kerok kerusakan moral di Kota Palu. Perkiraan kasar saya bahwa 70 persen wanita di Kota Palu adalah wanita yang pernah berhubungan seksual secara inces baik itu dengan ayah kandungnya sendiri ataupun saudara kandungnya, baik itu kakak atau adik. Termasuk yang terjadi di kawasan Balaroa atau Petobo. Berdasarkan data yang bisa dipercaya penduduk kelurahan Balaroa mayoritas adalah suku Bugis, yang sebagian bekerja sebagai pedagang kain dan tekstil di Pasar Inpres Manonda. Dan jika praktek inces jadi merebak di kawasan itu, bukankah hal yang masuk akal untuk mendeduksi bahwa bencana likuifaksi yang tidak terprediksi ini merupakan murka dari Tuhan yang sudah kehilangan kesabaran melihat perilaku bejat masyarakat setempat?

Saya berharap kedepannya bencana yang maha dahsyat ini tidak terulang lagi. Kendatipun semua pakar sudah memaklumi bahwa bencana likuifaksi rentan terjadi mengingat tekstur tanah dan topografi Kota Palu sendiri yang berpotensi untuk itu. Namun hal-hal lain semisal runtuhnya bangunan atau sunami bisa ditanggulangi dengan memperbaiki prasarana yang ada, misalnya dengan memenuhi syarat bangunan tahan gempa dan dengan menyediakan sensor peringatan sunami di sekitar pantai. Jadi dengan adanya pembenahan infrastruktur mestinya juga harus dibarengi dengan pembenahan moral dari masyarakat setempat. Sehingga kita berharap alam dapat bersahabat baik dengan kita. Wallahu A’lam Bishawab.

Wednesday, June 19, 2013

Elegi Pengguna Latex part II

Mengapa banyak orang indonesia yang salah paham dengan Latex?
Beberapa orang beranggapan bahwa Latex itu tidak bisa digunakan untuk membuat dokument yang fleksibel. Padahal latex itu sangat-sangat fleksibel lebih dari yang kita bayangkan sama-sama. Latex itu bisa membuat banyak hal, dan parahnya Latex itu open source. Artinya kita semua bisa membuat template presentasi kita sendiri semudah membalikkan telapak tangan. Latex bisa membuat grafis yang sangat indah.

Intinya butuh waktu. G ada kesuksesan yang instan. Kalo kita pikir-pikir hidup di dunia ini g ada artinya sih sebenarnya. Kita semua bakal mati. Kalo Ada hadits (saya g tau benar salahnya atau palsu tidaknya): bekerja untuk dunia seolah hidup selama-lamanya, bekerja untuk akhirat seolah mati besok, itu tidak menjamin apa-apa mengenai hakikat kebendaan. Benda tetaplah benda, kecuali kita menemukan suatu formula untuk merubah manusia jadi drakula yang tidak terbakar matahari, mungkin. Tapi tetap saja, hidup pasti berakhir.

Maksudnya Latex itu bisa digunakan untuk plot-plot yang keren seperti di sini:
Ada banyak tutorial tentang Latex:
Bagaimana membuat Latex template untuk presentasi yang keren:
dan masih banyak hal lainnya yang saya g perlu jelaskan.

Yang anda perlukan adalah berpegang pada mazhab tertentu. Soal dalil bisa dicari. Bagusan mana coba suatu produk yang didesain orang banyak, dengan produk yang dipikirkan sendiri-sendiri. Jangan baca biografi bill-gates, itu g sepenuhnya benar