Friday, October 9, 2015

Hubungan Golden Rasio dengan Kota Mekkah

Tulisan kali ini membahas mengenai Golden Ratio (Rasio Emas, atau sebut saja Golden Rasio aja lah). Jadi di beberapa situs muslim sering dijumpai tulisan yang membahas mengenai Golden Rasio ini yang disangkut pautkan dengan posisi Ka’bah sebagai arah kiblat umat Islam. Dan ini dijadikan alasan oleh para simpatisan Agama Islam untuk menjustifikasi kebenaran Islam: bahwa Al-Quran adalah kitab yang keluar langsung dari mulut pencipta alam semesta ini. Kenapa saya gunakan kata mulut di sini, adalah karena di Al-Quran sendiri sudah disebutkan bahwa Allah itu juga memiliki anggota tubuh seperti halnya manusia. Dan seperti halnya tulisan-tulisan saya yang lain, tulisan ini bermaksud meluruskan kekeliruan kekeliruan tersebut.

Apa itu Golden Rasio? Dan bagaimana Golden Rasio ini bisa begitu fenomenal, bahkan mencakup ke bidang-bidang lain yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya. Sejarah valid mengenai Golden Rasio bermula ketika matematikawan besar asal Yunani (kuno) bernama Euclid mengajukan pertanyaan yakni, jika diberikan sebuah garis AE, tentukan titik B di mana rasio AE/AB = AB/BE (lihat gambar).

 2
Jawaban pertanyaan inilah yang menghasilkan nilai Golden Rasio itu (yakni panjang AE) yang besarnya adalah 1.618033. Soal apakah Euclid sendiri yang pertama-tama menemukan Golden Rasio ini ataukah Euclid hanya merangkum hasil pemikiran ilmuan sebelumnya tidak bisa ditentukan secara pasti. Konon terdapat beberapa catatan sejarah (yang masih diperdebatkan) bahwa konsep Golden Rasio ini sudah dikenal sejak abad ke 24 sebelum masehi. 

Dikatakan bahwa nilai Golden Rasio ini banyak dijumpai di alam. Contohnya terdapat hewan laut bernama Nautilus (yang saya kurang tau apa bahasa sundanya, untuk lebih jelasnya lihat gambar) yang bentuk cangkangnya itu tunduk pada aturan Golden Rasio.  Kemudian spiral galaksi bimasakti yang juga dikatakan tunduk pada aturan Golden Rasio. Kemudian juga cara pengaturan fret pada alat musik gitar yang juga dikatakan tunduk pada aturan Golden Rasio, dan masih banyak hal lainnya. 

Nautilus-Large 
Namun kebetulan saya seorang ilmuan, maka saya skeptis dan mempertanyakan hal-hal tersebut. Apa iya bentuk spiral dari galaksi tunduk pada aturan Golden Rasio? Apa iya bentuk cangkang Nautilus tunduk pada Golden Rasio? Apa iya jarak fret pada gitar tunduk pada aturan Golden Rasio?

Sebenarnya saya mendapati sebuah artikel ilmiah di internet yang ditulis oleh fisikawan yang isinya mengkritisi keistimewaan Golden Rasio ini.  Dalam tulisan tersebut kita diperintahkan bahwa untuk membuktikan bahwa hal-hal yang disebutkan tersebut tunduk pada aturan Golden Rasio atau tidak maka kita harus mengukurnya. Fisikawan itu diperintahkan untuk mengukur, bukan sekedar berasumsi. Kemarin saya waktu kuliah S1, semester pertama diajarkan mengenai konsep-konsep penting di dalam pengukuran antara lain nilai skala terkecil (NST), ketelitian pengukuran relatif (KTPR), angka berarti (AB), standar deviasi (SD), dan lain-lain tetek bengek. Sebenarnya saya lebih senang matematikanya ketimbang fisikanya sehingga saya tidak terlalu menghayati kegiatan pengukuran ini, walaupun belakangan saya baru tahu bahwa itu semua ada manfaatnya. Jadi di dalam pengukuran ini dikatakan bahwa pengukuran valid jika nilai eror itu berada di rentang plus minus 2 persen.

Ternyata setelah diukur oleh para ilmuan, nilai cangkang Nautilus itu berada pada jarak yang sangat jauh berbeda dengan nilai Golden Rasio (di luar rentang plus minus 2 persen). Nilai rasio cangkang Nautilus secara umum (dengan mengambil sebanyak mungkin sampel cangkang) berada pada rentang 1.23 hingga 1.43, yang tentunya sangat jauh dari nilai 1.61 nilai Golden Rasio. Ini berarti dugaan kita selama ini bahwa nilai rasio cangkang Nautilus tunduk pada Golden Rasio tidak lebih dari sekedar duga-duga. Ada nilai lain yang dikatakan hampir mendekati rasio cangkang Nautilus  yang disebut sebagai Silver Rasio (lha istilah apa lagi ini…) yang nilainya 1.411 (atau lebih tepatnya 1  + akar(2)). Anda bisa baca artikel tersebut untuk melihat elaborasi yang lebih lengkapnya. Saya hanya berharap nama Euclid tidak ketutup ama si penemu Silver Rasio ini lantaran persoalan cangkang Nautilus.

Untuk kasus lain, misalnya rasio fret pada gitar silakan pembaca melakukan pengukurannya sendiri. Saya hanya bisa pesan satu hal: gunakan metode pengukuran yang valid serta jangan lupa berkonsultasi pada pakar fisika terdekat. Kali aja pembaca bisa buat jurnal dari situ dan dapat dana hibah.

Kemudian soal apakah spiral Galaksi Bimasakti atau galaksi lainnya benar-benar tunduk pada Golden Rasio ini merupakan persoalan yang sangat sulit, rumit, dan tentunya sangat makan ongkos. Pertama-tama pembaca harus masuk ke universitas bergengsi dan mengambil jurusan astronomi. Gunanya adalah agar pembaca bisa mengakses alat-alat yang dibutuhkan dalam mengukur posisi bintang-bintang dengan ketelitian yang cukup dan kemudian memetakannya. Setelah itu pembaca baru kemudian melakukan sintesis apakah bentuk spiral galaksi itu tunduk pada Golden Rasio ataukah Silver Rasio. Ini demi menjaga nama Euclid jangan sampai ditindis oleh nama si penemu Silver Rasio tersebut, hehe.

Ok, kita kembali ke judul tulisan ini.

Jika pembaca benar-benar memahami maksud paragraf-paragraf sebelumnya, maka tulisannya saya cukupkan sampai di sini.

Tapi okelah, kita teruskan saja dalam membedah apakah benar-benar ada hubungan antara Euclid dan Kota Mekkah, atau lebih tepatnya apakah ada hubungan antara Golden Rasio dengan lokasi Ka’bah sebagai arah sujud umat Islam.

Pada banyak artikel di internet sudah disebutkan bahwa konon lokasi Ka’bah itu berada pada Golden Rasio jika dihubungkan dengan posisi kutub utara dan kutub selatan bumi.  Sebenarnya ini bisa dengan mudah dibantah oleh tulisan saya sebelumnya  bahwa posisi kota-kota di permukaan bumi itu tidak tetap, akan tetapi dinamis sepanjang tahun. Hal ini dikarenakan pergeseran lempeng bumi akibat pengaruh gaya tektonik. Yang dikatakan kecepatannya sekitar 2 cm per tahun.

Namun dalam tulisan kali ini saya menambah sanggahan-sanggahan terhadap asumsi-asumsi tersebut dengan hanya menggunakan pemahaman dasar fisika. Saya menggunakan substansi yang diberikan pada artikel di sebuah halaman web. Di halaman tersebut dikatakan bahwa memang kota Mekkah hampir mendekati lokasi Golden Rasio Euclid tersebut, namun tidak persis. Lokasi Kota Mekkah berada pada lintang (analog dengan lokasi pada sumbu y) 21 derajat, 25 menit dan 38.56 detik. Sementara lokasi Golden Rasio Euclid (dengan mengambil 15 digit belakang koma) untuk permukaan bumi berada pada lintang 21 derajat, 14 menit, dan 46.02 detik. Jika dibandingkan antara keduanya ternyata terdapat eror sekitar 0.1 persen. Eror ini menandakan bahwa posisi Kota Mekkah bukannya berada tepat pada Golden Rasio Euclid tadi, tapi berada sekitar 20 kilometer ke arah utara.

Itu baru lintang, belum bujurnya. Posisi pada bidang datar tidak bisa diwakilkan oleh satu angka saja, minimal dua angka (karena ternyata permukaan bumi tidak sepenuhnya bisa dikatakan bidang datar). Jika kita hanya mengambil posisi lintangnya saja, maka ada banyak kota di permukaan bumi yang berada pada  lintang Golden Rasio (atau mendekati lintang Golden Rasio). Harus ada posisi pada garis bujurnya (analog koordinat x pada bidang datar).

Dan ternyata  untuk  menentukan acuan Golden Rasio garis bujur ini tidak sesederhana garis lintang yang udah jelas-jelas berpatokan pada kutub permukaan bumi. It’s a matter convinience. Itu tergantung Anda mau nentuin titik nol nya di mana. Nah, kalo sudah begini maka tulisan saya yang berbaris-baris ini hanya non-sense aja, hahaha…

Jadi intinya adalah mau Anda ngatain Mekkah berada pada Golden Rasio, Paris berada pada Silver Rasio, atau New York berada pada Diamond Rasio, dll itu hak Anda sepenuhnya. Yang saya minta hanya satu, jangan lupakan konsep dasar yang biasa digunakan dalam pengukuran, antara lain KTPR (ketidakpastian relatif), NST (nilai skala terkecil), AB (angka berarti), dll.

No comments: